Kamis, 30 Mei 2013
GUNUNG TIKUS
Dahulu kala ada sebuah gunung yang tinggi sekali. Penduduk desa disekitarnya menamakan gunung itu dengan “Gunung Tikus” Mereka bercerita mengenai gunung tersebut, sebuah cerita yang langka berikut ini:
Dahulu kala, terjadilah sebuah tahun dimana hujan tidak turun dan air sungai juga mengering. matahari bersinar dengan teriknya. Air di sumur-sumur hampir mengering. Penduduk desa pada waktu itu tidak dapat bercocok tanam karena kekurangan air. Pepohonan juga ikut mengering. Hewan-hewan ternak mati lantaran seluruh negeri dilanda kekeringan dan bahaya kelaparan. Sehingga membuat penduduk desa kala itu terpaksa makan daging anjing dan kucing. Bahkan diantara mereka banyak meninggal karena tidak makan.
Di puncak gunung tersebut terdapat sebuah gua yang didiami oleh seorang kakek yang sangat tua bernama Ja’ran. Ia memiliki uban yang panjang, sehingga menutupi pundaknya. Punggungnya sudah bengkak dan kalau berjalan selalu memakai tongkat. Ja’ran dikenal sebagai seorang yang sangat pelit. Di tempat tinggalnya itu, ia memiliki tempat simpanan berupa gudang yang dipenuhi dengan jagung, biji-bijian, dan gandum.
Pada saat musim kemarau itu terjadi, penduduk desa setiap hari pergi ke tempat tinggal Jar’an, laki-laki dan perempuan bahkan anak-anak kecil semuanya meratap dan nangis, memohon bantuan kepada Jar’an yang pelit ini, “Demi Tuhan, wahai Paman Jar’an, belas kasihanilah kami dan berilah kami sesuatu yang dapat kami makan.” Meskipun begitu, Jar’an ini tetap keras hatinya. Ia tidak mengenal belas kasihan. Ia tidak mau memberikan bantuan kepada penduduk desa itu walau pun hanya sebiji gandum. Ketika mendengar penduduk desa sedang meratap dan menangis, ia hanya tertawa-tawa, “Ha…ha…ha…ha… Pergilah dariku, aku ini orang yang tidak punya apa-apa.
Pada suatu hari Ja’ran pergi dari gua itu dan membawa sebuah seruling. Ia melihat-lihat desa yang ada di kaki gunung. Bentuk desa itu mirip seperti pekuburan. Ia pun mulai berseruling dan terus saja berseruling. Setiap kali mendengar ia berseruling, penduduk desa itu mendatanginya bergerombol perkelompok. Penduduk desa itu datang disertai anak-anak dan istri-istri mereka. Lalu mereka berdiri dihadapan Ja’ran dan menunggu apa yang akan dikatakannya.
Ketika semua orang yang ada di desa itu telah berkumpul, Ja’ran pun berpidato dengan suaranya yang paling keras, “Wahai penduduk desa, akau akan memberi kalian semua yang ada di gudang penyimpanan .” Ia pun lalu menuju ke gudang-gudang penyimpanan dan membuka gudang itu satu per satu.
Setiap kali ia membuka satu gudang, ia menyalakan api di gudang itu. Demikianlah seterusnya, ia menyalakan api pada tiap-tiap gudang dan api pun membumbung tinggi dan tersebar dimana-mana. Penduduk desa hanya bisa melihat itu semua. Merka hanya bisa menangis dan meratapi. Mereka berusaha memasuki gudang-gudang itu untuk mangambil gandum dan biji-bijian. Namun, tentu saja ini mustahil bisa dilakukan.
Di tengah-tengah kebakaran itu, Ja’ran tertawa terbahak-bahak. Ia berkata, “Inilah biji-bijian itu inilah gandum itu, inilah jagung itu. Ambillah semua. Aku tidak menginginkannya sedikit pun.” Ketika api telah membakar semua yang ada di gudang itu, ia pun masuk ke guanya dan mengatakan, “Beres, beres! Semua telah dibereskan.” Lalu ia tertawa terbahak-bahak, “Ha…ha…ha…ha…”
Ketika matahari sudah terbenam dan alam mulai gelap, penduduk desa kembali ke rumah mereka masing-masing dengan perasaan sedih. Mereka pun melewati malam itu dengan perasaan lapar dan dahaga.
Pagi harinya ketika mentari muncul di cakrawala, penduduk desa mendengar suara tikus-tikus yang datang dari arah gunung, “Sek…sek…sek…sek.” Suara-suara tikus itu mirip dengan suara burung prenjak. Ketika mereka melihat ke arah gunung, mereka mendapati ribuan tikus menjerit-jerit. Tikus-tikus itu datang dari berbagai penjuru. Dari atas, dari bawah, dari kiri, dari kanan, dari depan, dari belakang, dan dari celah-celah. Semuanya itu berjlan menuju ke arah gua. Tampak Ja’ran sedang berdiri di depan gua. Ketika ia melihat tikus-tikus itu datang menyerbunya dari segala penjuru, ia pun lari masuk ke dalam gua. Namun, sebelum ia sampai ke dalam gua, tikus-tikus itu telah menangkapnya lebih dulu. Tikus-tikus itu pun bergelantungan dan menutupi semua tubuh Ja’ran Tikus itu pun lalu menggigitnya dan Ja’ran hanya bisa menjerit kesakitan.
Akhirnya, tikus-tikus itu masuk ke dalam gua dari belakang Ja’ran. Jumlahnya sangat banyak hingga hampir saja menutupi pintu gua. Kemudian tikus-tikus itu bersembunyi di dalam gua. Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, penduduk desa tidak melihat lagi satu pun tikus dan mereka juga tidak melihat Ja’ran setelah kejadian itu. Begitulah mengapa gunung ini dinamakan sebagai “Gunung Tikus”.
Sumber: Buku Mendidik Anak Lewat Cerita
Karangan: Dr. ‘Abdul ‘Aziz ‘Abdul Majid
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar